Paperu: Laras Sinawang |
Diskusi seni yang menjadi bagian dari Pameran Perupa Muda ‘Paperu: Laras Sinawang’ menitikberatkan pada hubungan ulang-alik antara tema diskusi dengan konsep pamerannya sendiri. Dengan kata lain, diskusi seni FKY 27 nantinya akan berusaha menselaraskan diri dengan tema orang-orang
biasa dalam aliran sejarah yang membangun harmoni pada kehidupan.
Mulai dari 28 - 29 Agustus 2015, diskusi seni FKY 27 akan berlangsung di Den Nany Resto, Jalan Tamansiswa 150 F, Yogyakarta dan bakal menghadirkan tujuh pembicara dengan topik bahasan yang berbeda. Masing-masing sesi diskusi nantinya akan memiliki payung pembahasan tersendiri.
28 Agustus 2015 (13:30 - 16:30)
Diskusi seni hari pertama akan mengangkat judul “Orang Biasa dan Budaya (Populer) di Zaman Sekarang”. Kami mempersilakan
pembicara untuk menghantarkan pandangan mengenai bagaimana orang-orang biasa (people) dilihat melalui corpus keilmuan
tertentu. Oleh karena itu pembicara dipersilakan untuk mengemukakan
topik apapun yang dianggap relevan.
Meski terkesan tidak ada batasan tema
yang boleh diungkapkan di forum, namun kami tetap membatasi rel diskusi di seputar topik tentang bagaimana orang-orang biasa menghidupi hasrat dan nilai
dirinya di zaman di mana apa saja seakan-akan diperbolehkan untuk tampil ke
permukaan.
Di titik tersebut, kiranya kehidupan
selalu menampakkan fenomena di mana kita bisa melihat banyak cara yang dipilih
“orang-orang biasa” guna memaknai kediriannya – untuk kemudian menetapkan
posisinya sebagai subjek – di dalam arus sejarah, baik melalui musik yang
didengarkan, pakaian yang dikenakan, profesi yang dijalani, cara pandang,
maupun kondisi material budaya (baik yang kontemporer/populer maupun
tradisional) yang dihasilkan di sekitarnya. Karenanya forum diskusi tersebut
nantinya mempersilakan pembicara untuk menggunakan sejumlah referensi, pengalaman/amatan
pribadi, termasuk penelitian yang pernah dilakukan maupun esei yang dipersiapkan untuk forum diskusi seni FKY. Tepat di seputar argumen
inilah kami berharap pembicara bisa mengangkat topik yang relevan dengan
kecenderungan minat dan bidang keilmuan yang sedang digeluti.
Harapannya forum diskusi seni dan budaya ‘Laras
Sinawang’ nantinya bisa memperluas cakrawala perspektif pada bidang-bidang
topik yang belum terlalu populer di “pasar wacana” lokal. Dengan demikian, forum
diskusi 28 Agustus nanti pada dasarnya diharapkan bisa berperan sebagai batu asah yang
mempertajam khasanah intelektual kita dalam memandang berbagai macam fenomena
yang dekat dengan keseharian hidup dan sejumlah hal yang mungkin kita konsumsi
sehari-hari.
Inilah para pemateri sekaligus materi diskusi yang bakal disodorkan di hari pertama:
- Felencia Hutabarat (13:35 - 14:05) - "Penonton dan Pasar Musik Metal Zaman Ini"
- Karina Rima Melati (14:25 - 14:55) - "Buruh Batik: Cermin Dehumanisasi (atas nama) Budaya Indonesia"
- Aji Prasetyo (15:20 - 15:50) - "Narasi Sekuensial dan Perang dari Sudut Pandang Orang Kecil"
29 Agustus 2015 (13:30 - 16:30)
Diskusi hari kedua akan berjudul “Seni di Ruang Publik: Harmoni atau Kekacauan?”
dan akan mengajak para pemateri untuk terlibat dalam pembicaraan mengenai ruang
publik dan hubungannya dengan karya seni. Sebagaimana bisa kita lihat, beberapa
seniman Yogyakarta saat ini seakan-akan sedang dibanjiri gairah untuk
menampilkan karya seni (patung, misalnya) di titik tertentu di wilayah yang
disebut ruang publik.
Bentuk-bentuk seni yang tadinya hanya
mampir di dalam galeri (kalaupun berada di luar hanya sampai sebatas ruang di
sekitar galeri) kini berada di ruang-ruang di mana orang-orang biasa bisa
melihatnya dengan jelas. Contoh paling gamblang yang bisa dilihat adalah
beberapa karya – yang didapuk sebagai karya ruang publik kini – yang
seolah-olah saling berebut pandang, di berbagai sudut di jalan Malioboro.
Dengan fenomena banjir karya ruang publik, soalnya sekarang berpusat pada
beberapa pertanyaan: apakah karya-karya seni di ruang publik – yang sudah ada
sekarang – memberi nilai tambah keindahan pada ruang di mana karya ditempatkan?
Apa makna ruang publik bagi seni, apakah patut bila ia sekadar diperlakukan
sebagai pengganti galeri? Bagaimana posisi ruang publik di ranah budaya
sehari-hari, mengingat ia menjadi wilayah kontestasi di mana ada banyak aktor,
termasuk orang-orang biasa, yang bisa saling berebut wacana dan pengaruh di
dalamnya?
Pada wilayah-wilayah seputar pertanyaan itulah
diskusi ‘Laras Sinawang’ hari kedua mau ditempatkan. Lebih jauh lagi, diskusi
‘Laras Sinawang’ hari kedua akan menghadirkan beberapa pembicara yang terdiri
dari kalangan budayawan, kurator, akademisi, dan seniman yang punya pandangan berbeda
mengenai bagaimana seharusnya seni dihadirkan di ruang publik.
Inilah para pemateri sekaligus materi diskusi yang bakal disodorkan di hari pertama:
- Greg Wuryanto (13:35 - 14:05) - "Ruang Publik Kota sebagai Heterotopia"
- Timbul Raharjo (14:05 - 14:35)
- Kuss Indarto (15:00 - 15:30)
- Iman Budhi Santosa (15:30 - 16:00) - 'Seni Di Ruang Publik: Kasus Malioboro"
Kami mempersilakan Anda yang berminat dengan tema-tema diskusi di atas untuk mengunduh abstraksi materi melalui tautan berikut ini.