Senin, 27 Juli 2015

Paperu FKY27: LARAS SINAWANG
Unknown11.01 0 komentar

Paperu merupakan sebuah singkatan yang merujuk kepada para perupa muda yang hidup di lintasan zaman digital dan ‘apa saja boleh’, di mana seni seakan-akan menjadi praktik cair yang bisa dilakukan siapa saja.

Latar Pemikiran
Tajuk ‘Paperu FKY27: Laras Sinawang‘ merujuk pada sebuah ruang aktualisasi dari sebuah konsep keselarasan hidup atau harmoni. Kata sinawang diambil dari istilah dalam Jawa “sawang sinawang” yang mempunyai makna harafiah berarti saling memandang terhadap orang lain dan diri sendiri. Laras Sinawang dalam pameran ini menjadi bahan refleksi diri manusia terhadap harmonisasi perjalanan hidup yang diyakini.
Berangkat dari sana, pameran ini ingin bercermin pada dua hal, yakni semangat dalam tema besar perhelatan FKY 27 saat ini untuk “dandan” dan semangat untuk “membicarakan zaman”, di mana orang-orang kini hidup di tengah melimpahnya arus informasi (bahkan yang paling banal sekalipun), kekecewaan maupun harapan terhadap negara, sampai menyeruaknya ruang-ruang untuk mengekspresikan diri serta menawarkan rangkaian kerja “estetik” melalui media sosial. Di tengah semangat zaman seperti itu, masih bisakah kita saling sinawang atau merefleksikan orang-orang biasa di dalam kehidupan dan seni pada umumnya?
Orang-orang biasa di dalam perubahan sejarah menjadi penting untuk ditangkap semangatnya, pertama-tama karena “orang-orang biasa” bukanlah sebuah subject matter yang asing. Dalam dunia seni rupa, bapak seni modern Indonesia Sudjojono pernah menggaungkan betapa pentingnya bagi seorang seniman untuk kembali ke segala hal-ihwal tentang masyarakatnya sendiri. Sekali waktu, lewat sebuah esei berjudul “Menuju Corak Seni Lukis Persatuan Indonesia Baru”, Sudjojono pernah mengajak para seniman untuk merasai ‘kehidupan rakyat jelata kita dikampung-kampung, desa-desa dan juga gambaran-gambaran berwarna, anak-anak kita [yang] masih tulen rasa warna dan coraknya serta belum dirusak oleh pelajaran guru-guru menggambar yang berasa warna Barat’, sebab dari sanalah terletak adagium ‘kesenian yang merdeka, segar, dan hidup’.
Apa yang digaungkan Sudjojono mudah disalah-pahami sebagai ajakan untuk kembali kepada realisme, meski ‘Paperu: Laras Sinawang’ tidak bermaksud menekankan subject matter dan konsepnya semata pada gaya tersebut. Meski demikian, dengan konteks zaman serta perkembangan kebudayaan sekarang yang tentu saja sangat berbeda dengan zaman di mana Sudjojono hidup (zaman yang penuh pergulatan dan pencarian identitas nasional Indonesia), semangat untuk kembali ke ‘orang-orang biasa’, seperti digaungkan oleh sang peletak fondasi senirupa modern Indonesia itu, masih tetap bisa dipinjam untuk kemudian disesuaikan dengan kebutuhan zaman sekarang.
Alasan berikutnya yang bakal menjawab kenapa orang-orang biasa menjadi penting untuk dibicarakan lebih berhubungan dengan konteks “dandan” yang menjadi tema besar FKY 27 2015. Sebagaimana bisa dilihat, Yogyakarta beberapa tahun belakangan mengalami perubahan yang luar biasa. Lanskap kota yang berubah seturut dengan pertumbuhan modal serta kapitalisme yang makin menggurita. Berkaca dari perubahan pesat Yogyakarta itu sendiri, tampak bahwa kota dengan status keistimewaan itu sedang berusaha untuk mendandani dirinya. Dalam situasi zaman sekarang yang penuh dengan banjir informasi serta beragam saluran untuk mengekspresikan pandangan serta kedirian masing-masing, semangat untuk kembali ke ‘orang-orang biasa’ bukanlah sesuatu yang asing. Salah satu contoh riil adalah menjamurnya semangat berkesenian yang mengajak publik untuk terlibat dan merespon berbagai macam isu lokal yang terkait dengan hidup sehari-hari mereka.  
Berangkat dari pemahaman yang disebut di atas, ‘Parperu x Paperu: Laras Sinawang‘ pada gilirannya dimaksudkan sebagai ruang saling sinawang terhadap sekitar, membangun harmoni pada kehidupan. Yang jauh lebih penting dari itu adalah menawarkan “peta rasa serta pengetahuan” tentang zamansekarang – pengetahuan yang nantinya dilihat dari kacamata seni yang menekankan subject matter-nya pada orang-orang biasa dalam aliran sejarah.

Pameran Perupa Muda (Paperu) FKY27 akan berlangsung pada 25 - 31 Agustus 2015 di Sasana Hinggil, Alun-Alun Kidul, Yogyakarta. Sebanyak 10 seniman undangan dan 30 seniman seleksi open call bakal meramaikan pameran tersebut.
In Category : ,

0 komentar

Posting Komentar