Minggu, 24 Juli 2016

Menjelang Masa Depan, Hari Ini Bermain Bambu Dulu
Unknown19.20 0 komentar

Instalasi bambu di FKY 28 (foto: Adib Fajariyanto)
Tahu bambu? Material yang satu ini dekat dengan hidup sehari-hari, terutama bagi orang-orang yang akrab dengan dunia arsitektur maupun bangunan. Bagi kebanyakan orang, material tersebut menjadi akrab karena bambu hidup di sekitar kita. Tanaman itu mungkin hidup di pinggir sungai dekat rumahmu, dan mungkin kamu punya satu-dua tangga bambu di belakang rumah. Sependek cerita kebanyakan orang, bambu terasa akrab dan dekat.

Ada banyak hal menarik pada bambu. Semisal dalam sebuah potongan cerita komik Kungfu Boy, bambu disebut sebagai tanaman yang tidak mudah patah dan luwes, sama seperti Kung Fu. Bambu yang dianyam juga memiliki karakteristik tersendiri ketika dijadikan kursi atau meja. Ia menarik sebagai produk untuk diekspor. Atau ketika beberapa teman bercerita selintas lalu tentang harga bambu yang akhir-akhir ini menjadi mahal. Mungkin karena popularitasnya yang sedang menanjak beberapa tahun belakangan.

Atau cerita lain: Festival Kesenian Yogyakarta 28 (FKY 28) yang memakai bambu sebagai elemen artistik. 

Cerita tentang FKY 28 yang memakai bambu sebagai bagian dari elemen artistik tentu saja bukanlah berita baru. Bambu sudah dipakai sebagai bagian dari elemen artistik pada perhelatan FKY 27 tahun lalu. Bila tahun lalu Anda berkunjung ke taman kuliner Condongcatur - lokasi perhelatan FKY 27, dengan mudah Anda akan melihat rangkaian bambu yang berdiri membentuk objek estetis, di beberapa titik ruang di taman kuliner.
      



Tahun ini FKY masih mengambil lokasi perhelatan di Taman Kuliner, dan bambu masih dipakai sebagai bagian dari elemen artistik FKY. Hanya saja, FKY tahun ini menjadi lebih spesial karena melibatkan AusIndoArch. Yang terakhir ini merujuk pada nama program yang diinisiasi oleh Andrea Nield, yang bertujuan untuk mengembangkan hubungan erat antara Australia dan Indonesia di bidang arsitektur. Tahun ini adalah kali ketiga program tersebut dijalankan. 6 grup mahasiswa Australia dan Indonesia, serta Eko Prawoto dan Cave Urban sebagai mentor, bergabung dalam program AusIndoArch, guna mendesain dan membuat konstruksi untuk beberapa macam objek termasuk instalasi, gerbang utama, bangku, dan beberapa objek-objek lain yang nantinya dimanfaatkan selama perhelatan FKY 28.

Bekerja untuk masa depan (foto: M. Hadid)
Rabu sore, 20 Juli, angin di Taman Kuliner mengalir menerpa tubuh dan wajah, namun tidak menyakitkan. Malah menyegarkan. Cuaca sedikit mendung, namun anginnya tidak menunjukkan tanda-tanda hujan. "Anginnya bukan angin petanda hujan," kata Roby rekan kami, berusaha meyakinkan. Di bagian utara Taman Kuliner terlihat sekelompok orang, di tengah padang rumput yang tidak begitu luas. Mereka sibuk mempersiapkan material bambu untuk dirangkai dan dijadikan sebuah objek.

IndoAusArch bekerja membuat instalasi bambu untuk FKY 28  (foto: M. Hadid)
Di tengah padang rumput yang tidak begitu luas itulah saya sempat melakukan perbincangan singkat dengan Andrea Nield, yang dalam katalog Hands on Architecture dirujuk sebagai Australian Curator dalam program AusIndoArch Yogyakarta 2016. "Bambu Indonesia adalah bambu terbaik", katanya ketika saya bertanya di antara banyak negara, mana yang punya bambu paling bagus. "Bahkan lebih baik dari punya China?" kata saya menimpali. "Ya". 

FKY hari ini punya kesenangan yang dieksplorasi lewat material bambu terbaik di seluruh negara.   

Bekerja dengan bambu di Taman Kuliner (foto: M. Hadid)
Mengapa bambu yang dipilih dan bukan material lain? "Karena (bambu) material yang bisa diperbarui dengan cepat," kata Yohana Raharjo, arsitek yang dalam program IndoAusArch kali ini bertindak sebagai asisten koordinator, atau Indonesian Curator, sebagaimana disebut di dalam katalog Hands on Architcture. Demikianlah, kepraktisan, fleksibilitas yang tinggi, dan cepatnya perputaran hidup bambu menjadi alasan utama dipilihnya material tersebut sebagai penanda utama di perhelatan FKY tahun ini. Namun meski bambu dikenal sebagai material yang kuat dan fleksibel, "manusia harus mengikuti kemauan bambu", Yohana melanjutkan ceritanya tentang material tersebut.

Orang tidak bisa mengatur seberapa besar lengkungan bambu, atau dalam pemahaman material, manusia tidak bisa semau gue ketika berhadapan dengan bambu. Yohana bercerita dengan mengambil contoh tegas, misalnya bahwa manusia tidak bisa mengatur secara persis lengkungan bambu sesuai keinginannya. Dengan kata lain, manusia tidak bisa memaksakan keinginan mutlaknya - sebagai individu yang kadang memiliki egoisme yang tinggi - ketika berhadapan dengan material tersebut, meskipun ia dikenal memiliki fleksibilitas tinggi.

Lalu, mengapa FKY?  

"Kita soalnya tidak ingin bikin instalasi, terus sia-sia. Maksudnya, seperti tidak ada konteksnya ... terserah kamu mau bikin apa, terus ditaruh di mana. Itu kan seperti ... terus buat apa? Kalau ini kan ada FKY, bakal digunakan untuk acara, Festival Kesenian Yogyakarta yang gratis untuk semua orang. Jadi kita merasa lebih ada maknanya kita melakukan ini," Yohana kembali menimpali. Dengan segala macam kekuatan dalam diri bambu, ditambah keberadaan program IndoAusArch serta FKY, material tersebut menemukan makna kediriannya ketika digunakan bukan untuk sesuatu yang sia-sia.

Bambu memang sedang menjadi primadona. Malam hari selepas dari Taman Kuliner, saya berbincang dengan seorang rekan perihal bambu. Rekan saya itu bercerita tentang bagaimana tanaman bambu bisa dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah gersang. Tanamlah bambu di daerah gersang, maka akarnya yang mencapai kemana-mana di dalam tanah sanggup memancing air dan unsur hara lainnya, sehingga lambat laun tanah menjadi subur.

Dengan karakteristik yang kuat, bambu tumbuh dan memberikan banyak pelajaran mengenai kehidupan, terutama kepada manusia yang hidup di sekitarnya. FKY 28 yang mengambil tema Masa Depan, Hari ini Dulu sesungguhnya ingin belajar dari bambu, material yang kali ini masih dipercaya untuk menyenangkan banyak orang. Akan jadi seperti apa instalasi bambu di FKY 28 nantinya? Tunggu saja tanggal mainnya, mulai 23 Agustus 2016. (M. Hadid)          

    

0 komentar

Posting Komentar